Aku Tidak Berharap Untuk Menjadi Orang yang Terpenting Dalam Hidupmu karena itu Merupakan Permintaan yang Terlalu Besar Bagiku.... Aku Hanya Berharap Suatu Saat Nanti Jika Kau Melihatku... Kau Tersenyum dan Berkata... "Dialah Orang yang Selalu Menyayangiku..."//

2011/08/02

waktu tak berganti

aku yang dikutuk rupamu, menjadi kolam yang tergenang, berkaca di hutanmu, bercermin di rimbamu, seketika kutemukan dua larik penantian, yang satu adalah kebesaran gelisah yang menimbun jalan pulangku, dan kemudian di puntung terakhir kecemasan, mengepul sekumpulan kangen yang kabut : Kurasakan Hujan Sedang menyakitimu.
dan aku tidak sedang menggelar malam pada pelataran tanggal, atas nama rindu yang sedang mencari rupanya : kudengar gerimis sedang membantaimu
kangen yang menumpuk sudah mengepulkan asap
sementara di samping rumah ada pesta pernikahan
kulihat kedua mempelai bahagia
sangat bahagia..!!
tiba-tiba aku ingat kau
dengan segenap rasa tak berdaya
#mungkin kau tahu, kau telah ajarkan aku rasanya sendiri
dengan begitu lengkap
tidak juga pada foto dalam bingkai. pesan-pesan singkat dan percakapan cinta beberapa tahun lalu yang kadang masih mengulang bila dikenang, aku mabuk- mabuk yang berat dan panjang- setelah menulis sajak-sajak tentang kepergian, tentang rahim yang diceritakan pada tong sampah dan kolong jembatan, kadang di halaman rumah mewah yang didalamnya penuh pertengkaran. lalu esoknya aku dikenalkan bahwa mabuk dan sadar sama-sama diciptakan dalam kenyataan.
sampai disini bicara, aku ingin kau membaca betapa udara adalah musuh paling tajam di ujung mukamu, dan angin bukanlah lukisan, yang semesta buat bergetar untuk mencatat, sudah berapa banyak kata-kata yang hanyut ke langit. menyampaikan bagaimana Tuhan hadir sebelum sejengkal langkah dan setarik nafas, pun sebelum kita sempat berbuat baik atau dosa.
musim telah memecah belah kita, dalam kemarau panjang dan hujan yang tak berkesudahan, sementara kita sendiri menyadari kebaikan mewujud pada tempat paling rendah dan paling tinggi. lihatlah mereka berdoa menatap ke langit setelah itu mereka bersujud sampai kening mereka serendah kaki.
demikianlah tercatat. tidak akan pernah ada ketakutan untuk berbuat baik, dan seharusnya kebenaran adalah buah dari segala peristiwa, akar dari segala rencana, dan bunga dari segala hikmah- hingga kehidupan pantas dijadikan taman untuk mengisi kelanjutan cerita kelak, -kematian-
biarlah rindu berkecimpung di alirnya waktu
mungkin akan ada catatan, jalan dan pohon aru
tentang gadis pantai yang mengikat rambutnya menjadi abu
ia membiarkan kita mengenang masa, saat ia meminta gerhana membuat wajahnya di laut.
entah berapa kata yang kutuliskan di halaman yang telah penuh daun kering
menunggu hujan aku padamu, menunggu pasir-pasir hanyut ke selokan
meminta radang kesepianku lebih tenggelam lebih dalam lagi
menemui ajalnya di balik batu kali yang mengigil
ikan-ikan menuju muara
ia begitu lelah, mengendap di balik sampah-sampah masa lalu yang masih bergairah
seperti kataku beberapa waktu lalu.
: kita isi hidup tidak dengan sekedar mengumbar kangen, tidak lantas membuat cinta seolah-olah sepanjang pesan singkat yang harus dibalas. cinta itu disitu, dimuara menuju samuderanya. bersatu bersama waktu. bersama ajal lautan dan gunung-gunung. bersatu bersama keadaan yang nyata, tidak butuh ilusi, untuk memastikan apakah di dompetku masih tersimpan fotomu.
seperti peluk yang khusyu'
pagi tidak kembali
pada petikan yang serupa
saatnya tiba
puisi berjalan pada takdirnya
untuk ditulis kembali
untuk dibaca sepanjang hayatnya
tiba waktunya
energi kita pulang pada sarangnya
dan yang sisa
adalah kertas-kertas masalalu yang diisi kenangan melebihi ukuran tubuhnya.
pada tanah
diceritakan televisi yang penuh gambar
kematian tidak punya arus, tidak punya kabel,
lihat saja betapa mudahnya ia padam
dan telah sampai aku pada setumpuk kesakitan,
antri dalam kota mimpi yang sedang dibuahi hujan,
jalan-jalan sepi, cemara dan taman kota bercinta sendiri-sendiri,
trotoar pecah dan lampu jalan memuncak ke langit, meninggalkan gelap menyepi di sudut hari, mungkin akan ada kejutan saat kau pulang
mendapatiku telah menyatu menjadi bau aspal
pada satu tanggal yang kisah aku melihat kau hadir sebagai satu-satunya yang melengkapi,
sebagai satu-satunya tempat menyatu, bersekutu, berpadu, berdecak, bersiul, berdengung, bahkan menggetarkan seluruh kesepianku, tanpa sadar aku sedang mencari kesunyian yang kau bawa
- mencari dirimu dalam lembar-lembar yang semakin meninggalkanku.
bahkan ruang kelas dan segenap catatan membusuk di sela jari-jari
mereka berjalan, dengan segenap harapan yang menjadi-jadi